Canggung membaca judul artikel Yuri Gagarin pahlawan Indonesia dari Uni Soviet ini bukan. Ya demikianlah adanya. Namun ini terjadi gelar pahlawan dapat disandang Yuri jika negara kita mengakuinya. Karena Yuri telah diberikan bintang oleh Soekarno pada saat itu. Namanya Yuri Gagarin, dialah manusia pertama (saat itu berumur 27 tahun) yang berhasil menembus ruang angkasa dalam penerbangan dengan ketinggian 250 km pada tanggal 12 April 1961. Ketika Bung Karno melakukan kunjungan ke Moskow pada tahun 1964, dia menyempatkan diri untuk bertemu dengan Yuri Gagarin dan menganugerahkan Bintang Jasa Mahaputera kepada Yuri Gagarin atas prestasinya tersebut. Jadi tidak salah kalau ternyata kita punya pahlawan dari Uni Soviet melalui fakta di atas?
Sebuah buku lama berbahasa Indonesia ejaan lama, dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia yang menulis tentang penerbangan Yuri Gagarin tersebut. Juga beberapa pidato ucapan selamat dari Presiden Soekarno, beberapa menteri dan bahkan ucapan selamat dari DN Aidit, ketua CC PKI saat itu. Melalui buku tersebut kita mendapati fakta bahwa Bung Karno benar-benar memberikan bintang Mahaputera kepada Yuri Gagarin, tapi entah kenapa ketika kita periksa arsip di website www.setneg.go.id saya tidak menemukan nama Yuri Gagarin sebagai salah satu penerima bintang jasa tersebut.
Ayah Yuri Gagarin adalah seorang tukang kayu dan ibunya adalah seorang petani biasa, tapi itu tidak menghalanginya untuk menjadi seorang pilot uji pesawat tempur. Melalui persaingan yang ketat dari 3000 kandidat, dia terpilih menjadi salah seorang calon kosmonot dan sejak tahun 1959 mengikuti pelatihan kosmonot di daerah pinggiran kota Moskow.
Siapa menyangka bahwa sebenarnya Yuri Gagarin bukanlah satu-satunya pilihan yang akan berkesempatan dicatat sejarah sebagai kosmonot pertama dunia. Ternyata ada 2 calon kosmonot potensial yang saat itu disiapkan Uni Soviet, yaitu German Titov dan Yuri Gagarin. Nah, ada kesulitan untuk memilih siapa yang nanti akan menjadi kosmonot pertama itu. Titov dikenal sebagai seorang yang brilian dan jenius sementara Gagarin memiliki kepribadian yang simpatik walau mungkin kalah dalam urusan kejeniusan. Gagarin dipandang memiliki karakter yang terbuka dan menyenangkan sementara Titov lebih bergaya sebagai seorang profesor atau guru.
Sebuah proses pengambilan keputusan yang sulit sehingga 4 hari sebelum penerbangan barulah pilihan dijatuhkan yaitu Yuri Gagarin, sementara Tito sebagai cadangan. Dalam sudut pandang pencitraan, pemerintah Uni Soviet berpandangan bahwa Yuri Gagarin lebih potensial mewakili rakyat Soviet untuk pergi ke angkasa karena kepribadiannya yang hangat, sikapnya yang terbuka dan kecerdasannya yang di atas kebanyakan orang. Di atas pundaknya, citra Uni Soviet dalam perlombaan ke ruang angkasa ini akan dibangun.
12 April 1961 (50 tahun yang lalu). Sejarah mencatat bahwa pagi itu dalam ketegangan dibalik senyumannya yang khas, Yuri Gagarin akhirnya memasuki kapsul Vostok 1 berupa bola aluminium dengan volume sempit seukuran 1,6 m3 di puncak sebuah roket dengan tinggi 30 meter yang beberapa detik kemudian akan terpisah dengan meninggalkan bagian sepanjang 1,59 meter saja.
Jam 09.07 roket lepas landas dari sebuah pangkalan rahasia Tiouratam di Kazakhstan (kelak pangkalan ini dinamakan Baikonor, diambil dari nama sebuah kota kecil berjarak 400 km dari situ). Ruang kendali di darat sesaat diliputi ketegangan dan kecemasan. Ketegangan mencair ketika Yuri Gagarin melalui radio mengabarkan,”Saya baik-baik saja.” Berikutnya Vostok bergerak dengan kecepatan 28.000 km/h mengelilingi bumi dalam satu revolusi dan kemudian bergerak kembali ke darat.
Pada ketinggian 7.000 m Gagarin melepaskan kapsulnya dan parasut pun mengembang untuk mengurangi kecepatan pendaratan kapsul ke tanah ke level yang aman. Episode berikutnya menjadi rahasia sejarah sampai di tahun 1990 terungkap kebenarannya. Kalau dulu dalam suasana perang dingin dengan AS, Uni Soviet mengumumkan bahwa penerbangan bersejarah itu “sebuah kemenangan tanpa sedikitpun kesalahan” sekarang terungkap bahwa Gagarin telah mendarat melenceng sejauh 300 km dari titik pendaratan yang sudah ditentukan.
Itu pun Yuri Gagarin masih harus meloncat (eject) keluar dari kapsul sehingga dalam pendaratan ada 2 parasut yang mengembang, parasut yang satu membawa Yuri Gagarin dan parasut yang lainnya mendaratkan kapsul. Jadi Gagarin harus menghubungi pangkalan untuk melaporkan titik pendaratannya untuk berikutnya dijemput oleh helikopter yang sudah disiapkan oleh pangkalannya.
Yuri Gagarin sempat melekat di hati rakyat Indonesia pada jaman Bung Karno berkuasa. Dia sempat berkunjung ke Indonesia dan dielu-elukan bak pahlawan dari negeri sendiri. Harap maklum, penerbangan Gagarin ke ruang angkasa membuat AS kalah start dari Soviet dalam perlombaaan ruang angkasa mereka. Jadi jangan heran kalau sejak itu banyak bayi yang dinamai oleh orang tua mereka dengan nama “Yuri” atau “Gagarin”, nama yang sebenarnya cukup asing di telinga kita.
Kejadian bersejarah ini juga menginspirasi Indonesia untuk terlibat dalam pengembangan teknologi roket. Berbanggalah, Indonesia adalah negara Asia-Afrika kedua (setelah Jepang) yang mampu meluncurkan roket ke angkasa. Nama roketnya adalah Kartika-1 dan berhasil diluncurkan pada tanggal 14 Agustus 1964, hanya 19 tahun setelah Indonesia merdeka. Kalau kemudian teknologi peroketan kita tersendat di jaman Presiden Soeharto, Anda tahulah mengapa bisa terjadi.
Ada orang Indonesia yang hampir saja mampu mengikuti jejak Yuri Gagarin untuk pergi ke ruang angkasa. Bulan Oktober 1985, Dr. Pratiwi Sudarmono terpilih oleh NASA untuk menjadi salah satu astronotnya, tentu saja dengan proses penyaringan yang sangat berat. Sayang, tidak lama kemudian pesawat ulang-alik Chalenger meledak dalam sebuah kecelakaan sehingga mengubur impian kita untuk bisa mengirimkan Dr. Pratiwi ke ruang angkasa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar